Prosedur Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Perpajakan dan Peradilan Pidana
Prosedur Pembukaan Rahasia Bank
Pengaturan dan dasar hukum rahasia bank di Indonesia adalah Undang-Undang No. 10 Tahin 1998. Dalam Undang-Undang tersebut, rahasia bank diatur dalam satu bab, yaitu bab VII dan terutang beberapa pasal 40 sampai 45. Dalam pasal 40 diungkapkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagimana dimaksud dalam pasal 41., pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 44A.
Pada dasarnya rahasia bank merupakan hak nasabah yang harus dijaga oleh pihak bank. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Akan tetapi ada beberapa ketentuan yang membolehkan bagi pihak bank untuk membuka rahasia bank nasabahnya, dengan ketentuan untuk kepentingan Negara dan masyarakat luas, untuk kepentingan perpajakan, untuk kepentingan piutang negara, untuk kepentingan peradilan pidana dan perdata, untuk kepentingan kegiatan perbankan, dan semuanya diatur dalam peraturan perundang-undangan
Dari pasal 40 terkandung makna bahwa bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai identitas nasabah khusus untuk nasabah deposan. Ini berarti kewajiban rahasia bank tidak menyeluruh pada semua nasabah, tetapi hanya menyangkut nasabah penyimpan atau deposan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. Sehingga dalam beberapa situasi, rahasia bank dapat dibuka atau mendapat pengecualian untuk berbagai kepentingan.
A. Kepentingan Perpajakan
Berkaitan dengan perpajakan bank tidak lagi diwajibkan melindungi rahasia nasabahnya. Untuk hal ini diatur dalam UU No.10 Tahun 1998 diatur dalam pasal 41 ayat 1. Revisi UU perbankan ini memungkinkan pembukaan kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan guna mencegah penyelewengan yang dilakukan oleh wajib pajak dan meningkatkan penerimaan pajak melalui pembukaan akses data nasabah perbankan. Kini aparat pajak mempunyai keleluasaan untuk menggali akses data finansial nasabah perbankan. Aturan tersebut menganulir pasal kerahasiaan data nasabah perbankan yang selama ini tertuang dalam Undang-undang perbankan. Aturan ini untuk memenuhi pertukaran informasi keuangan antarnegara.
Aturan Akses Data Untuk kepentingan Perpajakan Perpu No.1 /2017 Pasal 2
1. Dirjen pajak berhak mendapatkan akses informasi keuangan
2. Laporan yang diberikan ke dirjen pajak berisi informasi keuangan selama satu tahun
3. Laporan informasi keuangan paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang rekening keuangan
b. Nomor rekening keuangan
c. identitas lembaga jasa keuangan
d. Saldo atau nilai rekening keuangan
e. Penghasilan terkait rekening keuangan
4. Lembaga keuangan wajib melakukan verivikasi data
5. Lembaga keuangan dilarang membuka rekening baru atau melakukan transaksi baru atas wajib pajak yang diperiksa
pasal 3 pelaporan dari lembaga keuangan bisa melalui mekanisme elektronik dan non elektronik
pasal 4 dirjen pajak berwenang meminta informasi atau bukti tambahan daro lembaga keuangan
pasal 6 pihak yang melaksanakan akses dan pertukaran data finansial untuk kepentingan perpajakan tidak dapat dituntut pidana dan perdata
pasal 4 pimpinan lembaga keuangan yang menolak memberikan laporan atau tidak verifikasi data bisa dipidana kurungan paling lama 1 tahum atau denda Rp 1 milyar
Prosedur:
Untuk kepentingan perpajakan, prosedurnya yaitu pinpinan bank Indonesia atas permintaan menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak guna menentukan besarnya tagihan pajak/status pajak para nasabah. Dalam pembukaan rahasia bank karena untuk keperluan pemeriksaan dan penyidikan perpajakan, maka pembukaannya harus ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Adapun mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lainnya maka tidak diperlukan permintaan. Hal demikian didasarkan kepada ketentuan pasal 35 ayat 1 dan 2 berikut penjelasannya dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1994, yaitu bahwa untuk kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak langsung dapat meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan keuangan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakannya.
Permintaan Menteri Keuangan terkait Pajak:
➢ Setiap permintaan pembukaan kerahasiaan Bank baik itu dari Menteri Keuangan terkait Pajak harus dalam bentuk tertulis;
➢ Setiap permohonan pembukaan kerahasian yang disampaikan secara tertulis harus disertai dengan Surat izin dari pimpinan Bank Indonesia untuk membuka kerahasiaan Bank. Apabila tidak dilampiri Surat Izin dariBank Indonesia maka surat tersebut harus ditolak dan dibuat secara tertulis dengan menyebutkan alasan bahwa permohonan ditolak dikarenakan belum ada izin dari Bank Indonesia.
➢ Apabila surat permohonan dilampiri dengan Surat Izin dari Pimpinan Bank Indonesia maka bagi cabang yang menerima Surat Permohonan tersebut maka dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) hari cabang harus mengirim Surat permohonan permohonan dan Izin dari Bank Indonesia tersebut kepada Direksi.
➢ Dalam Surat izin dari Bank Indonesia tersebut, minimal menyebutkan,yaitu:
a. Nama petugas pajak yang ditunjuk;
b. Nama penunggak pajak.
➢ Bagi cabang menerima Surat Permohonan Menteri Keuangan dan dilampiri pula dengan Surat Izin dari Bank Indonesia maka cabang berkewajiban untuk menjawab permohonan dari Menteri Keuangan tersebut;
➢ Untuk permintaan diluar dari Surat Permohonan dan Izin dari Bank Indonesia maka cabang berkewajiban untuk menolaknya.
➢ Pemberian jawaban atas permohonan tersebut harus dilakukan secara tertulis dan ditembuskan kepada Direksi
➢ Untuk permohonan yang langsung ditujukan kepada Direksi dan telahmemperoleh Persetujuan dari Bank Indonesia, maka Direksi dalam jangkawaktu sesingkat-singkatnya memerintahkan kepada Group Kepatuhan Khususnya Departemen Hukum dan Kepatuhan untuk memenuhiPermintaan tersebut.
B. Kepentingan Peradilan Pidana
Dalam peradilan perkara pidana bank juga wajib memberi keterangan tentang simpanan nasabah yang menjadi tersangka seperti yang tertuang dalam UU No.10 Tahun 1998 pasal 42 ayat 1 yang mengatakan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana ,pimpinan bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
Prosedur:
A. Pertama, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan ijin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
B. Kedua, ijin sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung
C. Ketiga, permintaan sebagaimana dimaksud harus menyebutkan nama dan jabatan Polisi, Jaksa atau Hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan perkara pidana yang diperlukan.
D. Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia.
E. Di dalam Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. F. Setelah ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum.
G. di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan:
a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim
b. Nama tersangka atau terdakwa
c. Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan
d. Keterangan yang diminta
e. Alasan diperlukannya keterangan
f. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
H. Permintaan tertulis tersebut harus ditandatangani dengan membubuhkan tanda tangan basah oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang ditujukan kepada: Gubernur Bank Indonesia Up. Direktorat Hukum Bank Indonesia. Selambat-lambatnya 14 hari setelah surat permintaan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI, Gubernur BI memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, kecuali untuk perkara pidana korupsi, perintah atau izin diberikan dalam waktu 3 hari.
I. Demikian juga terhadap surat permintaan yang tidak memenuhi persyaratan, Gubernur BI secara tertulis dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, selambat-lambatnya 14 hari setelah surat permintaan diterima untuk kepentingan perkara pidana dan 3 hari setelah permintaan diterima yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
J. Perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, maupun penolakannya, dapat dilakukan oleh deputi gubernur senior atau salah satu deputi gubernur .
K. Mengenai perintah atau izin tertulis yang telah dikeluarkan oleh Gubernur BI, yang juga dapat dikeluarkan oleh Deputi Senior Gubernur BI atau salah satu deputi gubernur, pihak bank wajib melaksanakan dengan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan buktibukti tertulis, surat-surat dan hasil cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan, yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.
L. pengertian keterangan secara tertulis adalah pemberian fotokopi bukti-bukti tertulis, fotokopi surat-surat dan hasil cetak data elektronis yang telah dinyatakan/diberi tanda sesuai dengan aslinya (certified) oleh pejabat yang berwenang pada bank. Pemberian keterangan secara tertulis tersebut perlu dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan menghilangkan dokumen yang menurut ketentuan seharusnya tetap diadministrasikan oleh bank yang bersangkutan. Kata memperlihatkan dalam ketentuan ini tidak berarti bahwa pembawa perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan bank.
M. bank dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia. Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI.
N. kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau disita pada bank.
Dengan demikian ketentuan di atas nampak jelaslah bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan ijin kepada Polisi, Jaksa atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank
Daftar Pustaka
Pramono, Nindyo. 2012.Hukum Bisnis. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
CNN Inonesia. Selamat Tinggal Kerahasiaan Bank
Yohanes Hercules Panggabean. PROSEDUR PEMBUKAAN RAHASIA BANK BERDASARKAN PERMINTAAN AHLI WARIS YANG SAH DARI NASABAH PENYIMPAN YANG TELAH MENINGGAL DUNIA. Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Bambang Catur SP 1. MEKANISME DAN PROSEDUR PEMBUKAAN RAHASIA BANK.2014. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.
Komentar